Langsung ke konten utama

RADAR





Tak selamanya semua yang diharapkan selalu berakhir sesuai ketepatan recana-rencana. Sama seperti dirimu harus meredam beban ingatan masa lalu, berakhir pilu bersama sosok pujaan mu silam. Ingatan tak selamanya erat dalam ikatan. Ia bisa  terurai walau diikat dengan simpul mati khas anak Pramuka sekali pun. Ingatan selalu mencari jalan pulang demi menanyakan kepada siapa yang pantas disandarkan separoh beban itu.
Saya adalah radar yang  berhasil menagkap sinyal-sinyal beban memori itu dipancarkan. Walau terkadang hanya seupil sinyal, tapi radar ku sanggup mendeteksi gelombangnya. Gelombang itu tentang dirimu dan hal-hal yang membebani kepala mu. Sabagai radar kadang kapasitas ku di luar harapkan. Sama sepeti dirimu yang tak berdaya menimbun masa lalu. Sejak pertama kita memulai percakapan sudah terasa ganjil, sehingga saya butuh beragam argumentasi  sekedar mengenapkan cerita kita. Sesakali kamu menimpali komentar ku dengan arumentasi-arumentasi khas mahasiswa fresh graduate Pacasarjana, saya selalu mencari landasan menumbangkan nalar tak runut itu.
Tapi sudahlah, percakapan kita jangan kau anggap sebagai kecerobahan. Sebab bukan kah kita selalu melakukan kecerebohan skala kecil, namun berdampak sistemik pada kualitas kemesraan kita? Bagi ku, tak ada yang perlu merasa berhak menklarifikasi  kecerobahn itu, karena saya telah terlanjur berkomitmen  merawat hubungan ini sebagai upaya rekonsiliasi beban masa lalu mu yang teramat pilu bagi perempuan seusia mu. Serupa tuntutan keluarga korban kekerasan HAM 1965 pada pemerintah agar melakukan rekonsiliasi, kira-kira seperti itu walau jauh hubunganya.
 Jangan pernah takut menapaki pagi dan malam mu walau kini ruang dan waktu dikelilingi sosok aneh yang menyerupai wujud ku. Saya sebut ‘menyerupai’ sebab saya benar-benar tak pernah total hadir di depan retina mata mu. Konsekuensinya, tentu  menyisahkan arti bahwa kita berdua adalah kesepian itu sendiri.
Tak terasa saya mulai memahami mu dengan baik. Sama seperti  matahari mulai  malu- malu tersenyum usai hujan basahi jalan di kota mu. Walau  memang hujan selalu bersetia pada mendung, dan selalu menuntut datangnya guntur, tetapi jangan lupa momen munculnya pelangi adalah jeda romantik paling syahdu, lebih syahdu dari sintron ‘pernikahan’ Rafi Ahmad dan Nagita Silvia. Pelangi adalah selaksa peristiwa mendamaikan peran hujan, mendung dan Guntur. Meskipun meraka selalu saja berunjung sepi, mencari jalan pulang masing-masing sesaat setelah matahari nonggol.
Di kota mu kisah tentang ku selalu diawali di depan pintu kedatangan bandara dan berakhir nestapa di pintu keberangkatan yang angkuh itu. Walau keduanya sama bentuk ‘pintu’ tetapi struktur kebatinan orang yang melewatinya merasakan kondisi psikologis yang beragam. Ada yang terbawa bahagia dan tak sedikit merana dan ngelangsa, Tak perlu ambil contoh  kisah asmara anak muda kelas menengah ngehek Jakarta macam Rangga dan Cinta. Tapi  tengok lah saya, sebagaimana diri ku, usai melepas pamit dengan mu. Batinku ku  remuk melihat langkah berat mu seolah-olah nampak kuat tetapi sebenarnya keropos menahan perih perpisahan. Ingat, ini tak layak kita artikan sebagai perpisahan. Tetapi sepantasnya dimaknai serupa setapak awal merawat rindu tetap awet menuju perjumpaan paripurna. Sebagaimana Nabi Isa menjanjikan pengampunan dosa umatnya di tiang salip. Kamu berhak mendakwah ku dengan tuntutan merawat rindu tetap berkualitas, sekarang hingga tak bertepi. [].

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Teori Budaya, karya David Kaplan dan Robert Manners

Antropologi “ metodologi dan pokok soal dalam penyusunan teori” Pada pembahasan awal Buku karya Kaplan dan Manners yang bertajuk teori budaya ( the teory of culture ) mengetengahkan masalah mendasar Antropologi sebagai suatu bidang pengetahuan yang mendisiplinkan diri dalam kaidah ketat epistemology,   pada akhir abad sem bilan belas. Menurut keduanya, pokok –pokok problem yang diperhatikan Antropolog dapat diringkas menjadi dua pertanyaan besar yang saling terkait, yaitu   pertama, bagaimanakah berkerjanya berbagai system budaya yang berbeda-beda? kedua, bagaimanakah sistem-sistem budaya yang beraneka ragam itu   mendapat tempat seperti saat ini? (Kaplan &Manners hal 2)                 Problem mendasar dalam uraian akademis yang dikemukakan oleh Kaplan dan Manners tersebut,   merujuk pada pemahaman mengenai perbedaaan   pada setiap budaya, baik dari segi ruang maupun...

ON A BUS EKA

Berawal dari perbincangan beberapa orang teman di Yogyakarta, perihal armada transportasi  darat khusus rute Yogyakarta- Surabaya. Kebanyakan mereka merekomendasikan bus EKA sebagai moda transportasi kelas eksekutif dengan tarif lumayan terjangkau. Berdasarkan tuturan dan kesaksian mereka, setidaknya saya mendapat gambaran bahwa bus EKA tidak hanya menyedikan jumlah armada yang relatif tersedia hampir setiap jam, namun armada yang mengawali rutenya dari Magelang- Surabaya pp ini, pun mampu menciptakan kenyaman selama perjalanan anda, meski dibandrol dengan tariff Rp.63.000 untuk rute jauh seperti Yogyakarta- Surabaya yang tergolong ‘murah’. Salain dua hal diatas tadi, salah satu keunggulan bus ini menurut versi mereka yang sudah loyal menjadi ‘jamaah’ bus ini, saban kali ke Surabaya adalah ketersedianya menu makan di rumah makan Duta Kabupaten Ngawi, Jatim. Dengan hanya mengeikhlaskan 63 ribu jumlah tersebut sudah termasuk memilih salah satu dari lima menu yang dikhususkan ...

Resensi: Simulasi dan Hiperrealitas dalam film SIMONE

   Ciri khusus genre film sains fiksi Holywood kerap kali mengetengahkan ide tentang keunguulan komputerisasi sebagai satu-satunya instrument penting industri film Amerika serikat dewasa ini. Ilustrasi dimensi ruang dan waktu dalam virtualisasi kapsul digital menjadi penanda dimulainya  era digitaliasi sebagai tema mainstrim performativitas film Holywood, setidaknya 10 tahun belakangan.       Dari sekian banyak film bergendre sains fiksi, salah satu yang masuk kategori film favorit-ku tahun 2011 jatuh pada SIMONE. Film besutan sutradara Anderew Nicola yang dibintangi aktor Alpacino ini, sempat direkomendasikan oleh ketua prodi Kajian Budaya dan Media, Prof. Heru Nugroho sebagai salah satu dari sekian banyak tugas mata kuliah teori kritis dan posmodernisme.       Sekedar catatan, melalui film ini setidaknya kita diajak berkenalan dengan sejumlah teori postmodernisme. Lewat Simone memungkinkan siapa saja bisa m...