Ciri khusus genre film sains fiksi Holywood kerap kali mengetengahkan  ide tentang keunguulan komputerisasi sebagai satu-satunya instrument  penting industri film Amerika serikat dewasa ini. Ilustrasi dimensi  ruang dan waktu dalam virtualisasi kapsul digital menjadi penanda  dimulainya  era digitaliasi sebagai tema mainstrim performativitas film  Holywood, setidaknya 10 tahun belakangan.      Dari  sekian banyak film bergendre sains fiksi, salah satu yang masuk kategori  film favorit-ku tahun 2011 jatuh pada SIMONE. Film besutan sutradara  Anderew Nicola yang dibintangi aktor Alpacino ini, sempat  direkomendasikan oleh ketua prodi Kajian Budaya dan Media, Prof. Heru  Nugroho sebagai salah satu dari sekian banyak tugas mata kuliah teori  kritis dan posmodernisme.
      Sekedar catatan, melalui  film ini setidaknya kita diajak berkenalan dengan sejumlah teori  postmodernisme. Lewat Simone memungkinkan siapa saja bisa mengenaliasis  fenomena  digitaliasi masyarakat kontemporer.  Terlebih lagi keunggulan  film ini  bagi saya, tidak serumit memahami film The Matrix, karena  menyimak film itu harus beberapa kali merewind setiap shot yang dianggap  penting.  Sebaliknya Simone terbilang cukup ‘rileks’. Unsur dramatis  film ini mampu ‘menyederhanakan’ konsep Simulasi dan hiperealitas  peningglan selebritis postmo Jean Baudrillard, dengan sentuhan  apik nan  gurih dicerna tanpa membuat jidat penonton berkerut.
Film  Simone diproduseri oleh rumah produksi New Line Cinema ini  mengetengakan kisah tentang karir seorang sutradara gaek Viktor  Taransky. Ambisi Viktor mempertahankan idealismenya semata-mata demi  mempertimbangkan sisi kualitas pemainya menjadi ‘mimpi manis’ bagi jalan  hidup karir sutradara Viktor. Negoisasai antara kualitas pemain dan   keuntungan  finanasial, bukan-lah  tujauan akhir dari idealisme sang  sutradara.
 Bermula ketika kesulitan menghadirkan  pemain utama, kandas oleh nilai kontrak yang tergolong besar untuk  ukuran kantong sutradara “kecil” macam Viktor. Entah seperti mendapat  ‘wangisit’,  melalui koleganya seorang insinyur komputer bernama Hank  Angelo, peluang karir Viktor di dunia perfilman diprediksi bakal  melejit, ketika Hank menghadiakan Viktor seperangakat data lunak yang  didalamnya ternyata bersemayam sosok manusia digital hasil manipulasi  rumusan angka matematika.  Hingga akhirnya Viktor menjatuhkan pilihanya  pada sosok virtual tersebut, menjadi bintang utama dalam filmnya. Dari  sinilah awal karir sang sutradara itu menapaki kesuksesaan berkat  memanfaatkan  sosok maya pemberian Hank Angelo.
     Meminjam  pemikiran Filsof Prancis Jean Baudrillard, film ini  terilhami dari  teorinya tetang paraktik simulasi dalam peta perkembangan masyarakat  mukhtahir. Baudrillard mengintrodusir karakter khas masyarakat dewasa  ini sebagai masyarakat simulasi. Sebuah entitas masyarakat yang hidup  dalam jibaku ruang kode, tanda, dan model yang diatur sebagai produksi  dan reproduksi dalam sebuah simulasi. Ciri dari masyarakat yang  mengkuduskan praktik konsumsi sebagai gaya hidup dan prestise  pengkultusan individu.
Dalam wacana simulasi,  manusia mendiami sebuah ruang yang mengeliminir perbedaan antara yang  nyata dan fantasi, asli dan palsu terkesan sangat tipis. Dramatisasi  unsur teorema simulasi dalam film Simone tercermin pada sosok Simone  sebagai artis virtual hasil kerja digitalisasi komputer dibawah kendali  sang sutradara Victor Taransky.
Simone: Simulasi One
    Dalam  film Simone, praktik simulasi nampak pada kehadiran sosok perempuan  virtual hasil ciptaan teknologi komputerisasi dalam wujud hologram-yang  kemudian diberi nama Simone, singkatan  dari simulasi one.
Sembilan  bulan kemudian, sosok Simone  “manusia buatan” ini- dikendalikan oleh  Viktor demi mewujudkan ambisinya sebagai sutradara handal. Viktor telah  “memanfaaatkan” Simone atas nama citra dan pamor karir cinemanya.
    Walhasil,  melalui sentuhan kreativitas Viktor, Sosok Simone yang sebenernya hanya  virtual itu telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat diseluruh  belahan dunia.  Respon  Media massa turut andil mengkonstruksi karakter  simbolis selebritis Simone melambungkan namanya menjadi bintang film  kawakan. Sejumlah liputan dan  talk show jarak jauh oleh media massa  turut menambah drajat performativitas Simone hingga mendapat tempat di  hati penggemarnya.
     Namun dibalik ketenaranya, tidak  ada yang tahu, kehadiran Simone hanya akal-akalan Viktor melalui kendali  komputer diruang kerjanya. Viktor sepenuhnya mengendalikan Simone,  seperti: manipulasi suara dalam percakapan mengunakan bahasa tuturan  yang diaturnya, mengatur mimik wajah, pilihan busana, hingga rekayasa  air mata buatan turut memberi kesan sedih dan ibah pada sosok maya  Simone. Atas rekayasa itu, membuat publik tak jarang larut dalam rasa  simpati mendalam atas Simone. Publik  meresa telah memiliki Simone, dan  akhirnya publikpun  takut kehilangannya.
     Kepiawayaan  alur narasi cinema yang apik oleh sutradara  Anderew Nicola  dalam  menyadur teori simulasinya Buadriral, layak dianjungi jempol. Sangat  jarang seorang sutradara  dalam kapasitasnya mampu maramu teori atau  konsep-konesep abstark filsafat menjadi lebih muda dipahami. Bagi saya  Simone berhasil mengurai benang kusut praktik-praktik simulasi.  Setidaknya terlihat  dalam film ini memberikan pesan berupa peringatan  atas bahaya kuasa dunia simulasi, mampu mengubah yang imajiner,palsu dan  ilutif menjadi realitas yang sesungguhnya dalam masyarakat yang  termediasikan oleh tanda dan symbol. Salah satunya  teramati pada  adegan, ketika rasa penasaran publik memicu kecurigaan perihal sosok  Simone yang sangat tertutup. Dua orang pihak berwajib mencurigai Viktor  telah memasung (menyembunyikan) Simone. Kecurigaan itu nampak dalam  adegan ketika dua orang detektif saat memperhatikan lokasi wawancara  Simone di sebuah tayangan televise, ketika mereka mendatangi lokasi  tersebut, dan mencocokan foto hasil rekaman di media- ternyata ditemukan  bukti ada ketidaksamaan posisi saat pengambilan gambar, bahwa temuan  itu bertolak belakang dengan kenyataan. Dimana pada lokasi yang  sebenarnya tidak ada latar gunung, seperti  pada wawancara di salah satu  stasion televisi. Pihak berwajib mengklaim Justru seharusnya sebuah  hotel  menjadi latar, namun kenyataanya  tidak nampak. Kedua polisi ini  pun dibut bingung. Hingga makin meyakini  kecurigaan mereka bahwa simone  sengaja disembunyikan oleh viktor.
            Pada kondisi  inilah batasan antara realitas dengan imajinasi kian sukar dibedakan   dalam silang-marut tanda menciptakan realitas baru dengan citra-citra  buatan; menyulap fantasi, ilusi bahkan halusinasi menjadi kenyataan;  serta melipat realitas ke dalam sebuah disket atau memory bank. Lebih  jauh, realitas yang dihasilkan teknologi baru ini telah mengalahkan  realitas yang sesungguhnya dan menjadi model acuan yang baru bagi  masyarakat. Citra lebih meyakinkan ketimbang fakta.
Hiperrealitas
   Simone  sebagai bintang film benar-benar nyata dihadapan publik. Perangkat  super komputer telah mejadikanya seolah bernyawa seperti layaknya  manusia. Pengalaman publik atas Simone  dalam hyperreal dunia yang  dilipat oleh manipulasi citra (diselenggarakan dalam cengkeraman  simulacra)
Publik atau audience penggemar Simone  telah mendiami sebuah ruang tanda yang sarat dengan duplikasi dan daur  ulang berbagai fragmen dan citra dari sosok virtual Simone. Duplikasi  realtias ini mewujud dalam lipatan –lipatan  realtias. (baca:  Hiperealitas) ketika publik mempercayai Simone adalah sosok nyata tanpa  cacat yang hidup dan beraktivitas layaknya manusia normal. Manipulasi  virtualisasi Simone menyebar hingga publikpun menantikan kehadiran sosok  Simone dalam film garapan Viktor selanjutnya. Masa menunggu ini menjadi  desakan publik bagi viktor untuk menggarap ulang film yang diperankan  Simone
Penantian banyak penggemar seolah menjadi  kehararusan betapa Simone dicintai oleh masyarakat. Mislanya ketika  publik menanti kedatangan Simone turun dari Limosine, namun figure  simone tak pernah menampakan batang hidungnya. Justru muncul malah  Viktor yang  bertindak sebagai juru bicara Simone. Ulah  Viktor ini  membuat kecewa pengemarnya. Belum lagi menyusul sejumlah media bersaing  mewawancarainya, hingga tak jarang jadi rebutan tampil secara eksklusif  disejumlah media papan atas.
  Publikpun sempat  dibuat histeris ketika Simone hadir megisi konser akbar, meski   penampilanya tidak secara langsung. Namun cukup meredupkan kerinduan  pengermarnya. Daya pikat Simone membuat mata penonton tak henti-henti  memuja idolanya itu. Sampai pada suatu ketika Simone didaulat sebagai  pemenang Oscar kategori bintang film terbaik untuk dua  film karya  Viktor sekaligus. Publik mempercyai bahwa Simone layak memperoleh  penghargaan  bergensi itu.
     Sampai pada suatu ketika  lipatan simulasi ini beroperasi tanpa disadari Vktor, saat moment  penganugrahan film terbaik, terjadi insiden cukup memalukan karena  viktor  justru tertipu oleh dirinya sendiri yang tak lain adalah simone.  Dalam sambutan penganugerahan simone mengucapkan terimaksaih kepada  pihak yang telah berkerjasama mensukseskan film yang dibintanginya,  namun ironisnya Simone tidak  mengucapakan terimasakihnya kepada Viktor  sebagai sutradara, hanya kerena viktor sendri tidak memprorgram ucapan  itu sebagaimana bisanya ia melakukan peniruan suara dan ucapan untuk  dituturkan Simone. Sesuatu yang barang kali menjadi tidak mungkin karena  harus menyatakan terimakasih bagi dirinya sendiri. Sosok viktor pun  sebenarnya juga ditipu  secara tidak sadar ikut larut dalam lapisan  simulacrum yang telah dibuatnya itu.
      Tingkat  frustasi Viktor atas desakan pengemar Simone dan represifitas media  massa menggugat rasa ingin tahu atas identitas simone, membuat dirinya  berusaha membuka rahasia ini kepada mantan istrinya. Viktor mencoba  meyakinkan mantan istrinya (Elaine) bahwa Simone adalah hasil ciptaanya,  namun lagi-lagi Elaine tidak begitu saja mempercayainya malah justru  dengan mudahnya ia mengatakan setiap artis/aktor diciptakan oleh  sutradara. Hal ini sekaligus membantah bahwa Simone bukanlah sosok  imajiner. Sehingga layak untuk dipecaya sebagai sebuah kenyataan dalam  lingkaran dunia hiperealias. Simak peryantaan Viktor berikut ini:
Viktor: Simone  bukan orang sungguhan/ Aku yang menciptakan Simone, dari kode computer  yang dibuat dari persamaan matematika/ tidak ada Simone. Simone adalah  aku/ aku mengambil hal yang tak nyata dan membuatnya nyata. Aku memberi  kehiduapan pada mesin
Begitupun pada adegan, ketika viktor ingin melenyapkan Simone, dalam percakapanya berikut ini: viktor: kita  semua hidup dalam sebuah kebohongan besar, tapi kenapa (somone) tak  hidup juga./ kau lebih asli dari semua orang yang memuja-mu/aku telah  meyakinkan kepada dunia bahwa kau ada/ tapi yang sebenarnya yang  kulakukan adalah meyakikan mereka bahwa aku yang  ada/masalahnya karena  bukan kamu manusia, tapi karena aku manusia.
Kerja keras  Viktor mempertahankan Simone demi menjaga  agar kebohongan Public ini  tetap terjaga rahasianya terus mendapat tekanan dari pengemarnya sampai  suatu ketika ia tak kuasa lagi menerima kenyataan Mempercayai sosok  simone sebagai sosok nyata. Viktor akhirnya berusaha  menghapus jejak  Simone dengan memasukan virus di dalam programnya. Akan tetapi  tindakanya itu malah jadi boomerang baginya  dikarenakan ia telah  menyatakan ke publik bahwa Simone telah meninggal. Maka  tak ayal  jeratan hukum telah menghantaui Viktor.  Dalam sebuah masyarakat yang  sudah tersimulasi, publik telah terlanjur  mempercayai Simone sebagai   manusia, Viktor lupa bahwa tindakanya itu akan menjeratnya pada tindakan  pidana
  Sejumlah alat bukti cukup kuat   memposisikan  viktor sebagai pelaku pembunuhan Simone.  Ketika viktor  megumumkan kematian Simone ke publik. Pihak kepolisian setempat menuding  Viktor dalang pembunuh Simone. Kecurigaan ini mencapai puncaknya  saat  pemakaman, ketika peti jenasah akan didoakan, saat itu polisi datang  mengamati peti dan menemukan tidak ada jenazah Simone di dalamnya.   Alasan ini menjadi pembenaran yang diajukan pihak berwajib menuduh  Viktor sekali lagi  sebagai otak  pembunuh Simone yang sebenrnya hanya  sosok virtual itu.
Viktor mencoba  meyakinkan pihak kepolisian   tentang sosok virtual Simone, justru  dianggap   tidak rasional.  Alasanya  mereka masih tetap meyakini Simone adalah sosok manusia. Jika  ditelisik disinilah kuasa tanda dalam ruang simulacra telah  “membutakan”publik,  bahwa sebenarnya tidak ada pembunuhan terhadap  Simone. Viktor mengakui bahwa simone itu hanyalah tipuan computer, semua  pemberitaan di media: Koran, majalah, radio dan televise adalah palsu.  Namun pihak berwajib tetap sulit menerima  argument dan pembelaanya yang  dinilai sulit dinalar meningat banyaknya pengemar sebagai bukti kuat  Simon adalah sosok manusia nyata.Seperti dalam percakapan berikut:
Polisi: peggemar Simone itu benar-benar ada
Victor:  sebenarnya  mereka mengagumi kode computer, anggka satu dan nol.
Polisi: jadi mustahil kau membunuh Simone
Vikctor: ya, karena memang tidak ada Simone
Refleksi
    Ketika  masyarakat telah tersusupi dalam ruang tanda, maka segala yang palsu  dianggap benar, hingga meyakininya melebihi realitias yang sebenarnya…  sama kasusnya ketika ada diantara kita masih menganggap pemberitaan di  media, hasutan iklan, ocehan legislatif, janji murahan pemerintah,  gossip selebritis, tayangan pencarian bakat hingga program acara yang  diklaim mengusung genre reality show merupakan kebenaran atau realitas  sesungguhnya, padahal  Bagi Baudrillard melalui konsep simulasi, hal itu   tidak lebih sebagai arena manipulasi citra dan konstruksi imajinasi  atas kuasa tanda dalam masyarakat post industrial dewasa ini.
Dengan  contoh yang sederhana Baudrillard meilustrasikan dunia simulasi  menyerupai analogi peta. Menurutnya, bila dalam ruang nyata, sebuah peta  merupakan representasi dari suatu wilayah, maka dalam mekanisme  simulasi yang terjadi malah sebaliknya. Peta mendahului (melampaui)  wilayah. Realitas sosial, budaya,ekonomi bahkan politik, dirujuk  berlandaskan bangunan model-model yang telah dibuat sebelumnya. Dalam  dunia simulasi, keliru jika menganggap realitas adalah  kenyataan yang  otentik, justru  model dan tampilan itulah diyakini sebagai kenyataan  (Baudrillard, 1987: 17). Ambil contoh sebagian masyarkat dewasa ini  terpukau pada Boy Band Korea, Indonesian idol, Boneka Barbie, tokoh  Superman,  iklan televisi,  Sinetron atau Mickey Mouse. Hingga merambah  pada dunia miniature, misalnya Disneyland, Trans studio dan Taman  Mini  indonesia Indah, turut menuguhkan imajinasi dunia hiburan yang semu,  namun diyakini sebagai kenyataan tanpa tanding itu,  adalah model-model  acuan nilai,  representasi dan makna sosial budaya masyarakat dewasa  ini.
Lebih jauh lagi Baudrillard berdalih,  saat ini   telah terjadi perubahan dalam struktur masyarakat.  Jika sebelumnya  adalah Masyarakat industrial, saat ini telah ditandai oleh masyarakat  konsumer: masyarakat yang  memilki hasrat mengkonsumsi segala sesuatu  tidak hanya objek-real, namun juga objek-tanda. Inilah masyarakat yang  hidup dengan kemudahan dan kesejahteraan yang didenyutkan oleh   perkembangan kapitalisme-lanjut, kemajuan ilmu dan teknologi, provokasi  media dan iklan. semuanya lebur menjadi satu dalam  gerakan  silang-sengkarut tanda (Baudrillard, 1987: 33). Lebih lugas lagi David  Harvey mengatakan Kapitalisme lanjut yang bergandengan tangan dengan  pesatnya perkembangan teknologi, telah memberikan peranan penting kepada  pasar dan konsumen sebagai institusi kekuasaan baru menggantikan peran  negara, militer dan parlemen (Harvey, 1989: 102).
    Akhirnya masyarkat pun terjebak dalam labirin kesemuan tanpa batas, teralieanasi tanpa kuasa.
Yogyakarta, 14/02/2012
Komentar
Posting Komentar