Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2010

Catatan Filsafat Komunikasi. (Mengenal Filsuf Komunikasi Kontemporer "Jurgen Habermas")

Jurgen Habermas adalah filsuf kontemporer yang paling terkenal di Jerman dan juga menghiasi panggung filsafat internasional. Ia dilahirkan pada 18 Juni 1929 di daerah Dusseldorf Jerman. Habermas merupakan anak Ketua Kamar Dagang propinsi Rheinland – Westfalen di Jerman Barat. Ia dibesarkan di Gummersbach, sebuah kota menengah di Jerman dengan dinamika lingkungan Borjuis-Protestan. Pada tahun 1953, ketika Habermas sedang sibuk menulis disertasi doktor, ia menerbitkan artikel yang berjudul “Berpikir Bersama Heidegger Melawan Heidegger”. Di lingkungan filsafat akademik Jerman pasca kehancuran akibat Perang Dunia II, Heidegger bagaikan tiang penunjang yang diandalkan, jembatan antara dunia yang berantakan sehabis Hitler dan tradisi luhur filsafat Jerman. Dengan sangat kritis, Habermas berujar “Ingatlah, bagaimana dulu Heidegger menuji Nazi” Bahkan filsafat Heideggerpun dicela Habermas, “bisa dipakai untuk apa-apa saja”. Habermas berhasil menyelesaikan disertasinya pada 1954 di Univer

TOMANURUNG

Bermula pada suatu petang di ruang redaksi, perdebatan itu mulai menderu. Beberapa pendapat mengemuka. Adu argument cukup menghangatkan suasana gerimis kala itu. Tidak seperti biasa ruangan 10 x 10 meter itu berubah menajdi panggung debat. Masing-masing diantara kita(wartawan) mencoba berskpekulasi tentang siapa sosok tumanrung yang diyakini sebagai manusia titisan dewa turun dari kayangan sebagai penyelamat umat yang diterba maslah. Tak ayal sosok ini dinobatkan sebagai raja gowa pertama pada dekade 1300-an. Singkat cerita akhirnya mitos tumanurung ini menajdi catatan penting diatas meja redakasi. Meski gerimis usai berulah,tetap saja suara debat kami masing mengema menebus malam yang kian berjarak itu. Beberapa legenda tentang kehadiran sosok agung yang digambarkan sebagai ratu adil pembawa bahtera kedamain bagi suatu kaum memilki beragam kisah.Tidak hanya itu, setiap jalinan kisah senantiasa meninggalkan tafsiran dari beragam versi. Tak ayal banyak budayawan berpendapat, sejarah

Murah Tapi Tidak Murahan : Bandara Sultan Hasanuddin

Saat ini pengguna transportasi udara, baik wisatawan asing maupun domestik yang berpergian dengan tujuan bisnis atau sekadar menikmati keindahan dan pesona alam suatu kawasan, tentunya lebih mengutamakan aspek kenyamanan yang didukung oleh sejumlah fasilitas penunjang sebuah bandara. Berdasarkan keterangan majalah Travel Trend, sebuah media publik yang fokus pada Aviation, Tourism dan Lifestyle mengatakan “Sejumlah bandara di dunia terus berlomba meningkatkan kualitas pelayanan dan kenyamanan. Salah satunya Bandara Changi di Singapura. Bandara terbaik se-Asia ini menghadirkan sejumlah fasilitas modern dan canggih. Seperti Hotel Bandra, restoran, pusat kesehatan hingga kolam renang bisa dinikmati di Changi. Begitupun di Eropa, ada Bandara Zurich dan Bandara Munich di Jerman cukup tersohor sebagai bandara terbaik kelas dunia. Tulisan ini tidak bermaksud membandingkan fasilitas bandara di Indonesia, mengingat kemegahan bandara tersebut setara dengan kemajuaan negara dimana bandara i

BERTAHAN DI LAHAN PARKIR

Arak-arakan sejumlah mahasiswa bertalu memecah kebisingan ruas jalan Perintis Kemerdekaan. Sekitar dua puluhan muda mudi melaju dengan kecepatan sedang, merapat pada sebuah lahan parkir rumah makan lesehan. Petang itu, lesahan yang berbahan dasar bambu tersebut, seolah menjadi milik puluhan pengendra itu. Biasanya konvoi kendaraan seperti ini kerap kali ditemui saat unjuk rasa di jalan Utama Kota Mkaassar. Namun sore itu kondisinya agak berlainan. Biasanya mereka (mahasisiswa) unjuk rasa berkonvoi memadati ruas jalan dengan sejumlah petaka dan setumbuk ban bekas, kali ini kondisinya memamng nyaris sama hanya saja titik kumpulnya berbeda . Salah seorang dari kerumunan pengendara motor, berlaga layaknya kordinator lapangan, berdiri di bibir jalan sambil mengegam ponsel memberi penjelasan titik kumpul yang berlokasi di rumah makan itu. Namun sayang dugaan ku meleset, ternyata unjuk rasa yang sedari tadi diprisdiksi bermakna lain. Mahasiswa itu ternyata “unjuk rasa” mencicipi jatah mak

LONTARA MAKASSAR

Penemuan tulisan adalah sebuah prestasi pencapaian kebudayaan yang tinggi dalam sejarah peradaban umat manusia (Coulmas 1984:4) Tulisan merupakan manifestasi kebudayaan tertinggi manusia. Seperti wujud kebudayaan lainnya, tulisan melampaui kuasa zaman sebagai atribut penting bagi entitas suatu bangsa. Segenap pemikiran dan kreatifitas peninggalan manusia dapat terawat utuh pada memori sejarah berkat dorongan yang kuat dari dalam diri sang penciptanya untuk mengabadikan hasil-hasil pemikiran mereka, yang akhirnya dikenang setiap saat ataupun diwariskan ke generasi keturunannya. Tulisan lahir dari sebuah aksara kemudian dirumpun dan melahirkan sebuah bahasa yang memiliki makna tentang apa yang dituliskan para penulisnya. Namun, dari ratusan bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke, tidak semuanya memiliki aksara untuk merekam nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat pemilik bahasa itu. Beruntunglah Suku Makassar mampu mempertahankan warisan budaya literal tersebut. S

Masjid Raya Makassar

Saat adzan menyahut pada Dzuhur kala itu, suasana Masjid Raya Makassar berubah menjadi sentrum bagi jiwa yang terpanggil. Siang itu, masjid yang dibangun pada 1949 masih menyisahkan kerinduan. Sebuah kerinduan berbalut jiwa yang sublim akan keridohan sang Khalik. lalu lalang jamaah dari beberapa titik keramaian bergegas menuju tiga penjuru gerbang masuk, seolah menjadi petanda bahwa masjid ini masih kuasa bertahan dari hirukpikuk aktivitas ekonomi di jantung keramaian kota metro Makassar. Sepintas, mungkin tidak ada yang tahu, kalau tanah lapang yang kerap kali dijadikan lapangan sepak bola itu menjadi lokasi berdirinya Masjid Raya megah yang dilengkapi berbagai fasilitas dan dapat menampung 10 ribu jemaah di atas tanah seluas 13.912 meter persegi Masjid Raya Makassar awalnya dirancang M Soebardjo atas petunjuk KH Ahmad Bone. Ulama asal Kabupaten Bone itu berniat membangun sebuah masjid dengan biaya sebesar Rp 60.000 di tahun 1947. Kala itu bangunan pertama masjid hanya terbuat dari

Cotto Dewi, Cottonya Makassar

Indonesia selain terkenal kekayaan alam, negeri ini juga masih menyisahkan ketenaranya lewat beragam menu nusantara yang memiliki cita rasa tinggi. Salah satunya berasal dari daratan angin mamiri, Makasar. Makassar, memiliki tiga ikon ternama. Selain populer dengan kesebelasan PSM (Persatuan sepak bola Makassar), pantai Losari untuk kawasan wisata bahari, dan satu nama lagi yang sudah melegenda yaitu Hidangan cotto Makassar. Menu berbahan dasar jeroan danging sapi berkua ini sudah merakyat di lidah warga Makassar pemilik “sah “ makanan ini. Di beberapa tempat, seperti Manado dan Jakarta, rumah makan ataupun warung tenda khas Makassar bertebaran hampir di setiap sudut jalan besar. Bahkan tidak tanggung-tanggung di Jakarta, cotto Makassar bisa dinikmati disalah satu gerai yang letaknya di pusat perpelanjaan (Mall). Namun di daerah asalnya, puluhan penjajah cotto bisa dengan mudah diperoleh. Tetapi, diantara tempat makan tersebut, terdapat sebuah rumah makan yang sudah sangat tersoho
Selamatkan Pendidikan Indonesia dari Doktrin Globalisasi Nur Allan Lasido Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengantar manusia pada kondisi dimana semua akses nyaris begitu mudah dijangkau. Kedahysatan era ini terjawab pada gerak nalar intelektual menciptakan penemuan perangkat teknologi muktahir, sesuai kebutuhan masyarakat modern. Jauh sebelum itu, kemampuan daya cipta manusia hanya sebatas menerjemahkan anasir-anasir semesta. Alam adalah titik sentrum dan manusia berada di bawah kendali alam. Saat itu babak sejarah manusia mulai menemukan bentuk baru; sebuah bentuk evolusi pikiran Seperti saat ini, manusia telah menghilangkan semua tapal batas penghalang segala eksperasi dan kreativitas otak. Penanda-penanda zaman pun satu-persatu diidentifikasi sebagai penghubung antar waktu. Hingga akhirnya, manusia menjadi konektor antar waktu yang berjarak itu. Manusia tak-lain adalah aktor (Agen) pembaru yang “mulai” tercabut dari akar peradabannya. Dal