Langsung ke konten utama

Postingan

Review Buku: Media , Bahasa dan Neo-fasisme Orba karya Daniel Dhakidae (Tulisan Lawas, 2011)

Pada bagian pertama dari bab ini, penulis   (Daniel Dhakidae) mencoba mengintrodusir   ekspresi kekuasaan melalui bahasa dengan menelaah perangkat bahasa seperti akronim, eufemisme dan dsfemisme. Bagi penulis dngan memerikasa perangkat bahasa ini ia ingin menunjukan betapa rezim orde baru telah memaminkan peran strategis bahasa yang signifikan demi menancapkan dan mempertahankan kekuasaanya .     Dengan mengunakan konsep pemikiran filsuf Michel Foucault penulis melihat bahwa kekuasaan itu beroprasi dengan mengunakan teknologi bahasa dari starta yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Misalnya ketika penulis memasukan kasus akronim SDSB (sumbangan dana sosial berhadia) yang diplitir menjadi (Suharto Dalang Bencana) oleh direktur yayasan pijar. Namun belakangan terkuak fakta bahwa SDSB tidak lebih dari judi. Pemerintah berdiri berseberangan dengan masyarakat. Pemerintah berdalih sumbangan itu adalah murni untuk bantuan sosial.    ...

DUKA

    Entah sudah berapa tahun lamanya saya tidak pernah lagi menghabisi akhir tahun di kota Bitung bersama keluarga. Jika 2013 kemarin posisi saya di Kendari, lalu beberapa tahun lalu seingat ku saya masih di Jogja. Penghujung tahun ini harus ditutup dengan suasana duka perihal kecelakaan pesawat AirAsia. Hampir semua media massa menayangkan sisi sisi dramatis kecelakan pesawat itu. Ada yang sebatas menayangkannya di jam-jam penting saja, tapi ada juga yang nyaris 24 jam ‘breaking news’ bahkan status berita ‘ breaking news’ sudah tak memiliki nilai ‘sakral’ pemberitaanya. Padahal sifat berita seperti itu menunjukan adanya kedaruratan pemberitaan atau ada sesuatu maha penting dan segera utnuk ditanyangkan. Tetapi parahnya tayangan ini malah mencapai nyaris 24 jam non stop.    Tv One dan Metro tv, dua media ini terbilang non stop mengabarkan. Namun suasana duka di akhir Desember ini tercemar oleh tayangan brutal dari TV One, berupa penayangan ekstri...

Menjadi Abnormal

#Tulisan lawas- Juli 2009     P erkembangan teknologi informasi memungkinkan siapa saja terlibat aktif menjalin hubungan dengan siapapun dan dimanapun. Perangkat jejaring sosial   yang akhir-akhir ini digandrungi hampir semua kalangan, menjadi petanda bahwa teknologi informasi dan komunikasi adalah salah satu instrument penting dalam   prasayarat pergaulan sosial. Meskipun stigma ini belum menjadi dasar   pembenaran.    Berbicara soal peluang dan kesempatan terkait situs jajaring sosial. Saya punya pengalaman unik, aneh dan mungkin bisa dibilang berlebihan. Kejadian ini bermula ketika   sebagian   teman-teman kampus   jadi pengguna aktif friendster salah satu situs jejaring sosial. Awalnya,   Jamil kerabat saya se-kampus dan juga se-kampung meperkenalakan mesin ini. Dari dialah cerita kecanggihan friendster yang katanya sanggup membuka akses komunikasi virtual dengan siapa saja dari pelosok dunia, terpaksa   sa...

BUALAN

Sebenarnya tak ada yang perlu dirisaukan tentang ku. Saya bukan lelaki penganut bualan kata manis, tapi lumpuh praksis. Upaya membahagiakan-mu adalah perkara memotong waktu. Serupa membabat gerembolan rumbut liar dari halam rumah mu. Saya cukup membutuhkan parang kecil serta kelincahan gerak saja. Kamu tak perlu mengajari ku tentang hal-hal terkait pembuktian setiap kalimat yang ku lontarkan di malam itu. Sebab semua tentang ku adalah sejarah penaklukan. Termasuk kemampuan ku menaklukan jiwa subtil mu kandas di bawah kelenturan lidah ku. Bukankah dahulu saya adalah pribadi yang membuat mu gemas, meski sekedar berbisik dikuping mu. Nampaknya kamu lupa, ketika saya dan dirimu melepas penat di sebuah warung makan, diringi suara parau pengamen jalanan. Saat itu saya hadir membuktikan kata dan janji ku tepat waktu. Walau memang urusan percintaan kita kali ini datang tak tepat waktu. Selalu ada penyesalan terselip dalam percakapan kita. Seperti ketika kamu mengatakan ‘’duh sayang y...

AMARAH

Cinta dan benci adalah dua hal yang sifatnya sangat tipis dibedakan jika tersandung pada sesorang yang saling mencinta. Ke-duanya memiliki daya tarik menarik, seketika bisa saling melemahkan tetapi bisa saling menguatkan. Dan kamu tahu, tanpa sifat benci   rasa-rasanya cinta tak akan mungkin terdefiniskan. Bagi ku, cinta hadir ketika kita sudah mengenal kebencian, juga sebaliknya semua mahluk akan mengenal benci jika telah mampu memahami cinta. Perkara saling mengenal kedua sifat ini niscaya telah ada dalam nalar purba manusia. Mahluk semacam Hitler sekali pun tentu memiliki cinta, setidaknya cinta pada tanah air dan ras Aria nya. Lalu di mana posisi amarah? Ia selalu menelikung di setiap celah kebencian dan sesekali   nampak sungkan di moment percintaan. Sekiranya kita telah berlaku tidak adil, bahwa dalam hubungan percintaan selalu yang dituntut adalah peran mencinta. Bagi ku, ini argumentasi tak bijak. Amarah, layak diposisikan setera dengan cinta. Ia menjadi s...