Dear Noam
Oya, kemarin mesin pencari Google menyebutnya sebagai Hari Ayah. Saya tidak cukup tahu sejarahnya kenapa 12 November itu dikatakan hari ayah nasional.
Oleh beberapa sumber, Hari Ayah dirayakan dengan memberi hadiah bagi bapak dan berkumpul bersama anggota keluarga lainnya. Atau dimaknai ungkapan terima kasih atas perannya sebagai tulang punggung, sandaran dan pelindung dalam rumah tangga.
Jika standar moral itu dilekatkan pada Hari Ayah, sungguh saya adalah seorang ayah yang gagal. Absen saat dibutuhkan. Tidak sepenuhnya ikuti tumbuh kembangmu. Bahkan sangat mungkin kamu tidak mengenalku lagi.
Memang benar semua orang tua menghendaki anaknya bahagia. Namun perlu diingat siklus hidup semua makhluk tidak jauh dari menunggu duka, suka dan derita. Memilih hidup berarti memilih akrab dengan kepedihan, nestapa dan penderitaan.
Jika kelak di masa yang akan datang kamu dirundung cemas, kurang happy, atau prestasi belajarmu rendah, kamu berhak menuntut itu dariku. Saya paling pantas diminta tanggung jawab. Belum maksimal hadir di waktu yang semestinya.
Di usiamu saat ini barangkali kamu mulai mengamati tidak ada sosok laki laki yang dahulu membisiki suara adzan di kuping kananmu.Tidak ada sentuhan tangan membaluri minyak kutus kutus di punggungmu sebagaimana rutin tiap malamku lakukan untukmu. Dalam doa yang selalu kurapalkan semoga kamu dianugrahi kecintaan pada pengetahuan dan penghormatan pada kemanusiaan.
Dunia kita berbeda. Di zamanmu nanti penuh ketidakpastian. Untuk itu saya berusaha membekalimu tanpa perlu menuntutmu menjadi apa. Tugas saya ibarat petani. Memilih benih, menanam, memupuk, merawat, menjaga dari hama dan memetik hasilnya. Pilihan atas minat, suka atau tak suka itu ada atas kehendakmu sebabas yang kamu inginkan, Namun, dikerjakan penuh tanggung jawab. Itu saja sudah cukup buat saya happy.
Komentar
Posting Komentar