Dear Noam
Hari ini ibumu akan menuntaskan tahap awal dari Prajab (Latsar) CPNS di Gorontalo. Ada kejadian penting saat Eka harus melewati sesi ujian. Sebagaimana dikabari sebelumnya, bahwa kaprodi tempat ia mengajar akan menjadi mentor dan dijadwalkan hadir sebagai penilai ujian. Sejak kemarin malam eka udah menyiapkan materi presentasi secara maksimal. Saat ujian kemarin, ibumu jadi orang yang pertama dari yang semestinya urutan ke-tujuh. Alasanya sepele. Semua perangkat ujian udah siap.
Selesai ujian rupanya ini yang saya sebut kejadian pneting itu. Istriku ini kerap lupa untuk hal-hal tergolong penting. Kali ini dia lupa minta tanda tangan penguji dan mentor.
Jika kondisinya udah kayak gini, dia akan menghubungi saya. Pesan melalui WA dan dihubungi melalui ponsel ke Kaprodinya tidak berbalas. Semakin panik. Saya hanya menyarankan semampu yang bisa kupikirkan dengan segala macam dugaan, mulai dari Sibuk, udah istirahat, atau Hpnya lowbet dan tentu sesekali menyemangatinya dengan kata kata, yang jika kondisi serupa menerpa saya terdengar paling bijak "sabar atau coba berpikir positif saja". Sudahku duga ini kalimat paling standar jika ada kerabat curhat suatu masalah. Ibumu gusar. Chatnya masih belum dibalas kaprodi. Besok paginya baru direspon. Diluar dugaan ibu kaprodi HPnya bermasalah sehingga tidak sempat merespon pesan. Urusan tanda tangan mentor menumukan solusinya. Bahkan kaprodi Sejarah yang baik hati ini tidak keberatan pulang ke Manado diantar kerabatnya di Gorontalo. Membaca pesan dari istri saya bersyukur, masih ada orang-orang baik di sekitar kita. Hikmahnya dari kejadian ini belajar untuk menghargai orang sesibuk apapun itu.
Hari ini ibumu akan menuntaskan tahap awal dari Prajab (Latsar) CPNS di Gorontalo. Ada kejadian penting saat Eka harus melewati sesi ujian. Sebagaimana dikabari sebelumnya, bahwa kaprodi tempat ia mengajar akan menjadi mentor dan dijadwalkan hadir sebagai penilai ujian. Sejak kemarin malam eka udah menyiapkan materi presentasi secara maksimal. Saat ujian kemarin, ibumu jadi orang yang pertama dari yang semestinya urutan ke-tujuh. Alasanya sepele. Semua perangkat ujian udah siap.
Selesai ujian rupanya ini yang saya sebut kejadian pneting itu. Istriku ini kerap lupa untuk hal-hal tergolong penting. Kali ini dia lupa minta tanda tangan penguji dan mentor.
Jika kondisinya udah kayak gini, dia akan menghubungi saya. Pesan melalui WA dan dihubungi melalui ponsel ke Kaprodinya tidak berbalas. Semakin panik. Saya hanya menyarankan semampu yang bisa kupikirkan dengan segala macam dugaan, mulai dari Sibuk, udah istirahat, atau Hpnya lowbet dan tentu sesekali menyemangatinya dengan kata kata, yang jika kondisi serupa menerpa saya terdengar paling bijak "sabar atau coba berpikir positif saja". Sudahku duga ini kalimat paling standar jika ada kerabat curhat suatu masalah. Ibumu gusar. Chatnya masih belum dibalas kaprodi. Besok paginya baru direspon. Diluar dugaan ibu kaprodi HPnya bermasalah sehingga tidak sempat merespon pesan. Urusan tanda tangan mentor menumukan solusinya. Bahkan kaprodi Sejarah yang baik hati ini tidak keberatan pulang ke Manado diantar kerabatnya di Gorontalo. Membaca pesan dari istri saya bersyukur, masih ada orang-orang baik di sekitar kita. Hikmahnya dari kejadian ini belajar untuk menghargai orang sesibuk apapun itu.
Siap dan🙋
BalasHapus