Langsung ke konten utama

BERTAHAN DI LAHAN PARKIR

Arak-arakan sejumlah mahasiswa bertalu memecah kebisingan ruas jalan Perintis Kemerdekaan. Sekitar dua puluhan muda mudi melaju dengan kecepatan sedang, merapat pada sebuah lahan parkir rumah makan lesehan.

Petang itu, lesahan yang berbahan dasar bambu tersebut, seolah menjadi milik puluhan pengendra itu. Biasanya konvoi kendaraan seperti ini kerap kali ditemui saat unjuk rasa di jalan Utama Kota Mkaassar. Namun sore itu kondisinya agak berlainan. Biasanya mereka (mahasisiswa) unjuk rasa berkonvoi memadati ruas jalan dengan sejumlah petaka dan setumbuk ban bekas, kali ini kondisinya memamng nyaris sama hanya saja titik kumpulnya berbeda .
Salah seorang dari kerumunan pengendara motor, berlaga layaknya kordinator lapangan, berdiri di bibir jalan sambil mengegam ponsel memberi penjelasan titik kumpul yang berlokasi di rumah makan itu. Namun sayang dugaan ku meleset, ternyata unjuk rasa yang sedari tadi diprisdiksi bermakna lain. Mahasiswa itu ternyata “unjuk rasa” mencicipi jatah makan gratis (sebuah syukuran rekan se fakultasnya).
Selang beberapa menit, ternyata masih melintas gelombang pengendara lainnya, mereka lalu mengamati dari bibir jalan, setelah memastikan lokasi ini sesuai petunjuk, kecerihan dan galak tawa rombongan mahasiswa itu menderu tak karuan. Sementara dari dalam lesehan sahutan keras rekan-nya terdengar lantang. Rombongan motor itu lalu memasuki areal parkir berukuran kurang lebih 15 meter. Satupersatu kendaraan memadati lahan kosong untuk diparkir lebih teratur. Dari pintu masuk halaman pria ber rompi oranye, bertuliskan petugas parkir Kota Makassar lengkap dengan sumpritan kecilnya sibuk mengatur sejumlah motor yang meransek masuk. Sambil mengarahkan pengendara, lelaki itu terus melambaikan tangan mengomandoi dengan sentun setiap ada yang melintas.

“terus,terus….maju, ga usah kunci stirnya, aman ji itu nak” sahutnya!




Bagi anda warga Tamalanrea, terlebih mahasiswa mungkin sudah populis dengan tempat rumah makan ini. Namun kali ini, saya tidak membahas rumah makan yang terkenal dengan ayam goreng menteganya itu, apalagi mengosipi sekelompok mahasiswa yang kedatanganya menghadiri hajatan Ultah rekan mereka. Lesehan dan aktivitas mahasiwa sadah lazim dikenal banyak pihak. Kali ini saya justru berkentingan menelusuri aktivitas juru parkir asal Jember itu. Tidak menutup kemungkinan andalah salah satu orang yang sempat berpapasan dengan-nya. Hanya saja kita cenderung melihatnya “sebelah mata”. Sahut-ku.

Namanya Safaat, pria berkumis tipis itu telah lima tahun bekerja sebagi juru parkir di Makassar. Lima tahun tentunya bukan waktu singkat, beberapa kali pindah lahan parkir tak mebuatnya surut dari profesinya itu. Namun tidak banyak yang tahu kalau Safaat, pria yang sudah beberapa kali hidup dalam perantaun ini justru menemukan mata pencaharianya di Kota Daeng . Setelah hijrah dari kampung halaman, ia mencari penghidupan bagi sanak keluarganya. Di makassasr menjadi tumpuan nasibnya dengan memanfaatkan Sebuah lahan parkir dpan rumah makan lesehan itulah ia menebus semua kebutuhan keluarganya ditengah melonjaknya harga bahan kebutuhan pokok. Sebuah sikap yang hanya di miliki bagi mereka yang berjiwa petarung , di kota besar Makassar.

Suka Duka Safaat.

Safaat satu diantara ratusan juru parkir di Makassar tetap bertahan setia diareal parkir tersebut. Disaat bersamaan, ia menjadi penyanggah ekonomi keluarga. Saat mewancara, lelaki kelahiran 1979 ini bertutur tentang suka dukanya. Menurut-nya lebih banyak duka dari pada suka dalam menjalani kehidupnya.
Sebelum menginjakan kaki di Makassar, ayah satu orang anak ini cukup banyak mengunyah “garam kehidupan”. Di jember, kampung halamnya ia pernah menjadi pengayuh becak, lalu sempat hijrah di Surabaya jadi buruh bagunan hingga kernet aggutan kota di Jakarta. Menurutnya Di Ibu kota ia harus sabar tak kenal siang malam, usianya dipertaruhkan di jalan . Barulah pada pertengahan 2005 ia menginjakan kaki di kota daeng ini. Profesi yang ditekuninya setelah hijrah dari pulau Jawa hingga sekarang tetap sebagai juru parkir. Pekerjaan ini baginya mesti disambut ikhlas.

“Sukaduka tetap dilalui dengan ikhlas. Jangan pernah bosan memohon memberikan yang terbaik. Kalau saat ini saya cukup ditakdirkan jadi tukang parkir, mungkin inilah rezeki ku” paparnya.

Sebagai juru parkir tentunya ia harus setiap saat standby menjaga kendaraan pengunjung. Syafaat sempat berkeluh kesa, terutama bagi pengendara mobil, kadang tidak menghargai posisinya

“biasanya mobil harus digedor, mereka tidak menghargai saya yang hanya tukang parkir ini, tambah lagi mobil paling mengambil lahan parkir yang lebih.”


Ketika ditanya apakah ada retribusi yang diberikan pada pihak pemerintah. Dengan cukup terbata pria bercelana coklat ini mangatakan “ untuk setiap lahan parkir kami harus menyetor iuran 500.000 tiap bulan pada pihak Pemda” lanjut Safaat itupun tergantung lahan parkir dari segi ukuran dan keramaian, bahkan ada juga yang melebihi 500.000 ribu. Tuturnya pelan.
Saya terenyak kaget mendengar penjelasan safaat. Juru parkir yang tiap hari mangkal demi mengamankan kendaraan. Justru dari mereka pemerintah mengambil sebagian jatah hidup dengan mamangkas 500 ribu dalam sebulan. Anggka ini terlampau besar. Coba anda bayangkan, berapa juru parkir di kota Makassar ? bayangkan pendapatan pemda? Artinya, uang parkir yang telah diberikan itu justru beralih lagi sebgian ke pihak pengelola parkir Makassar. Angka 500 ribu sungguh tidak rasional. Juru parkir semacam Safaat pasti kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun itulah Saafaat, darinya ia menegaskan kebijakan ini sudah diatur pihak terkait dan ia tetap bertahan di pelataran parkir. Areal kosong yang ternyata masih dalam penguassan pihak pemerintah kota dalam hal ini adalah PD Parkir Makassar raya . Semoga pemerintah bisa memberikan perhatian khusus terkait dengan tunjangan kesejahteraan. Mengingat mereka (juruparkir) diperkejakan pemda untuk mengelola lahan kosong milik pemerintah daearh. Ada baiknya instansi terkait memperhatikan keberlangsungan hidup mereka, tidak hanya menertibkan, merelokasi bahkan tak jarang mengeksekusi mereka, tetapi hargailah kerja keras mereka dengan intensif khusus, penunjang kesejahteraan keluraga juru parkir ini. Disamping itu dituntut pula bagi juruparkir besikap santun dan jujur pada pengndara yang bermotor Khusunya di Kota Makassar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Teori Budaya, karya David Kaplan dan Robert Manners

Antropologi “ metodologi dan pokok soal dalam penyusunan teori” Pada pembahasan awal Buku karya Kaplan dan Manners yang bertajuk teori budaya ( the teory of culture ) mengetengahkan masalah mendasar Antropologi sebagai suatu bidang pengetahuan yang mendisiplinkan diri dalam kaidah ketat epistemology,   pada akhir abad sem bilan belas. Menurut keduanya, pokok –pokok problem yang diperhatikan Antropolog dapat diringkas menjadi dua pertanyaan besar yang saling terkait, yaitu   pertama, bagaimanakah berkerjanya berbagai system budaya yang berbeda-beda? kedua, bagaimanakah sistem-sistem budaya yang beraneka ragam itu   mendapat tempat seperti saat ini? (Kaplan &Manners hal 2)                 Problem mendasar dalam uraian akademis yang dikemukakan oleh Kaplan dan Manners tersebut,   merujuk pada pemahaman mengenai perbedaaan   pada setiap budaya, baik dari segi ruang maupun...

ON A BUS EKA

Berawal dari perbincangan beberapa orang teman di Yogyakarta, perihal armada transportasi  darat khusus rute Yogyakarta- Surabaya. Kebanyakan mereka merekomendasikan bus EKA sebagai moda transportasi kelas eksekutif dengan tarif lumayan terjangkau. Berdasarkan tuturan dan kesaksian mereka, setidaknya saya mendapat gambaran bahwa bus EKA tidak hanya menyedikan jumlah armada yang relatif tersedia hampir setiap jam, namun armada yang mengawali rutenya dari Magelang- Surabaya pp ini, pun mampu menciptakan kenyaman selama perjalanan anda, meski dibandrol dengan tariff Rp.63.000 untuk rute jauh seperti Yogyakarta- Surabaya yang tergolong ‘murah’. Salain dua hal diatas tadi, salah satu keunggulan bus ini menurut versi mereka yang sudah loyal menjadi ‘jamaah’ bus ini, saban kali ke Surabaya adalah ketersedianya menu makan di rumah makan Duta Kabupaten Ngawi, Jatim. Dengan hanya mengeikhlaskan 63 ribu jumlah tersebut sudah termasuk memilih salah satu dari lima menu yang dikhususkan ...

Resensi: Simulasi dan Hiperrealitas dalam film SIMONE

   Ciri khusus genre film sains fiksi Holywood kerap kali mengetengahkan ide tentang keunguulan komputerisasi sebagai satu-satunya instrument penting industri film Amerika serikat dewasa ini. Ilustrasi dimensi ruang dan waktu dalam virtualisasi kapsul digital menjadi penanda dimulainya  era digitaliasi sebagai tema mainstrim performativitas film Holywood, setidaknya 10 tahun belakangan.       Dari sekian banyak film bergendre sains fiksi, salah satu yang masuk kategori film favorit-ku tahun 2011 jatuh pada SIMONE. Film besutan sutradara Anderew Nicola yang dibintangi aktor Alpacino ini, sempat direkomendasikan oleh ketua prodi Kajian Budaya dan Media, Prof. Heru Nugroho sebagai salah satu dari sekian banyak tugas mata kuliah teori kritis dan posmodernisme.       Sekedar catatan, melalui film ini setidaknya kita diajak berkenalan dengan sejumlah teori postmodernisme. Lewat Simone memungkinkan siapa saja bisa m...