Langsung ke konten utama

Bukan Khotbah Jumat


   Apa yang sesungguhnya terjadi ketika sebagian eksperasi orang islam di Indonesia saat ini terlampau sentimentil ketika bersingungan dengan sesuatu yang dilekatkan pada citra islam. Mulai dari urusan KTP, transportasi, Hotel, Patung, orintasi seksual, busana, hingga urusan sendal, semua dilihat secara agamais. Tentu ini tidak salah, namun ketika membincang hal itu dengan sikap emosi dan tidak mengedepankan sikap toleraan, penghakiman atas kepercayaan sesorang atau kelompok agama atau ajaran lainya, itu yang mesti diperiksa, apakah wajah islam seperti inikah yang diajarkan oleh rasulullah? Saat perbedaan pandangan mesti terselesaikan dengan kemarahan bukan keramahan.
   Sosial media adalah ruang paling ribut membincangkan semua yang terkait ataupun yang sengaja mengaitkan dengan urusan moral purba manusia, yaitu perkara berkeyakinan . Sentimen 'islam' bagi mereka yang terlampau meyakini ajaran moral mereka paling benar merasa berhak angkat bicara meneriaki segala hal yang berbeda, dengan cara menebar kebencian dan ancaman.
    Era keterbukaan infromasi saat ini telah dimanfaatkan menebar kebencian tanpa memilik pendasaran rasional. Kemuliaan manusia seolah dimentalkan demi sebuah kepercayaan yang merasa paling benar. Mereka lupa bahwa agama yang dibelanya adalah pelatak dasar sisi kemanuasian paling luhur yang ada di muka bumi. Simak bagaimana akhlak seorang mantan menteri dari PKS. Ia menyerukan kemarahan bagi mereka yang memilki berbedaan orientasi seksual. Di era ini, ketika teknologi dan infromasi kian malampuai aktivitas manuasia tetapi masih menyisahkan orang-orang yang kurang mengasah nalar dan empatinya bagi kemanusian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resume Buku Teori Budaya, karya David Kaplan dan Robert Manners

Antropologi “ metodologi dan pokok soal dalam penyusunan teori” Pada pembahasan awal Buku karya Kaplan dan Manners yang bertajuk teori budaya ( the teory of culture ) mengetengahkan masalah mendasar Antropologi sebagai suatu bidang pengetahuan yang mendisiplinkan diri dalam kaidah ketat epistemology,   pada akhir abad sem bilan belas. Menurut keduanya, pokok –pokok problem yang diperhatikan Antropolog dapat diringkas menjadi dua pertanyaan besar yang saling terkait, yaitu   pertama, bagaimanakah berkerjanya berbagai system budaya yang berbeda-beda? kedua, bagaimanakah sistem-sistem budaya yang beraneka ragam itu   mendapat tempat seperti saat ini? (Kaplan &Manners hal 2)                 Problem mendasar dalam uraian akademis yang dikemukakan oleh Kaplan dan Manners tersebut,   merujuk pada pemahaman mengenai perbedaaan   pada setiap budaya, baik dari segi ruang maupun...

TOMANURUNG

Bermula pada suatu petang di ruang redaksi, perdebatan itu mulai menderu. Beberapa pendapat mengemuka. Adu argument cukup menghangatkan suasana gerimis kala itu. Tidak seperti biasa ruangan 10 x 10 meter itu berubah menajdi panggung debat. Masing-masing diantara kita(wartawan) mencoba berskpekulasi tentang siapa sosok tumanrung yang diyakini sebagai manusia titisan dewa turun dari kayangan sebagai penyelamat umat yang diterba maslah. Tak ayal sosok ini dinobatkan sebagai raja gowa pertama pada dekade 1300-an. Singkat cerita akhirnya mitos tumanurung ini menajdi catatan penting diatas meja redakasi. Meski gerimis usai berulah,tetap saja suara debat kami masing mengema menebus malam yang kian berjarak itu. Beberapa legenda tentang kehadiran sosok agung yang digambarkan sebagai ratu adil pembawa bahtera kedamain bagi suatu kaum memilki beragam kisah.Tidak hanya itu, setiap jalinan kisah senantiasa meninggalkan tafsiran dari beragam versi. Tak ayal banyak budayawan berpendapat, sejarah ...

LONTARA MAKASSAR

Penemuan tulisan adalah sebuah prestasi pencapaian kebudayaan yang tinggi dalam sejarah peradaban umat manusia (Coulmas 1984:4) Tulisan merupakan manifestasi kebudayaan tertinggi manusia. Seperti wujud kebudayaan lainnya, tulisan melampaui kuasa zaman sebagai atribut penting bagi entitas suatu bangsa. Segenap pemikiran dan kreatifitas peninggalan manusia dapat terawat utuh pada memori sejarah berkat dorongan yang kuat dari dalam diri sang penciptanya untuk mengabadikan hasil-hasil pemikiran mereka, yang akhirnya dikenang setiap saat ataupun diwariskan ke generasi keturunannya. Tulisan lahir dari sebuah aksara kemudian dirumpun dan melahirkan sebuah bahasa yang memiliki makna tentang apa yang dituliskan para penulisnya. Namun, dari ratusan bahasa daerah yang tersebar dari Sabang sampai Marauke, tidak semuanya memiliki aksara untuk merekam nilai-nilai budaya yang ada di dalam masyarakat pemilik bahasa itu. Beruntunglah Suku Makassar mampu mempertahankan warisan budaya literal tersebut. S...