Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2010
Selamatkan Pendidikan Indonesia dari Doktrin Globalisasi Nur Allan Lasido Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mengantar manusia pada kondisi dimana semua akses nyaris begitu mudah dijangkau. Kedahysatan era ini terjawab pada gerak nalar intelektual menciptakan penemuan perangkat teknologi muktahir, sesuai kebutuhan masyarakat modern. Jauh sebelum itu, kemampuan daya cipta manusia hanya sebatas menerjemahkan anasir-anasir semesta. Alam adalah titik sentrum dan manusia berada di bawah kendali alam. Saat itu babak sejarah manusia mulai menemukan bentuk baru; sebuah bentuk evolusi pikiran Seperti saat ini, manusia telah menghilangkan semua tapal batas penghalang segala eksperasi dan kreativitas otak. Penanda-penanda zaman pun satu-persatu diidentifikasi sebagai penghubung antar waktu. Hingga akhirnya, manusia menjadi konektor antar waktu yang berjarak itu. Manusia tak-lain adalah aktor (Agen) pembaru yang “mulai” tercabut dari akar peradabannya. Dal

Daeng Nika, Menjaring Asa Sebagai Buruh Bangunan

Siang itu, matahari berdiri tegak di atas petala langit Tamalanrea. Cuaca panas, seakan menjadi pelangkap perjalanan saya menuju sebuah proyek pembangunan rumah toko (ruko) di kompleks perumahan Bumi Tamalanrea Permai (BTP). Daeng Nika. Lokasi: Bumi Tamalanrea Permai (BTP), Tanggal: 14 April 2010, Fotografer : Nur Allan Lasido Dari ujung ruko bercorak kuning magenta, terlihat sejumlah wanita berbalut kostum panjang yang dililit sehelai kain kusam pada separuh wajah mereka; berdiri dengan sempurna di ujung anak tangga, memanjat tembok sebuah ruko. Satu per satu ayunan tangan mereka seolah memainkan gerak halus melambai beriringan memoles cairan berwarna itu. Tindakan yang dilakukan beberapa wanita parubaya tersebut, tidak lain adalah mengecat seluruh bangunan ruko, sesuai keinginan pemilik proyek yang telah memperkejakan mereka selama tiga bulan terakhir. Adalah Daeng Nika, lima di antara buruh banguan perempuan itu cukup serius menekuni pekerjannya. Separuh jem

Memahami Media sebagai Konstruksi Realitas

Ada sebuah ruang dalam kebudayaan yang di dalamnya sebuah kedustaan telah dikemas dengan sebuah kemasan yang menarik dapat berubah menjadi sebuah kebenaran. Sebuah kepalsuan ditampilkan lewat teknik penampakan dan pencitraan yang sempurna, dapat nampak sebagai keaslian sebuah ilusi. "Be a Media!" (Foto: Ariane Mays) Merujuk komentar Piliang (33:2003) bahwa “Dekade inilah peristiwa dan fakta dikonstruksi lewat rumitan teknologi informasi dan komunikasi telah diterima sebagai sebuah realitas. Sebuah kejahatan yang dibungkus lewat rekayasa sosial berteknologi tinggi dapat menjelma menjadi sebuah kemulian”. Inilah sebuah dunia yang di dalamnya kebenaran tumpang tindih dengan kedustaan, realitas bercampur aduk dengan ilusi, kejahatan melebur di dalam kemulian, sehingga di antara keduanya seakan-akan tidak ada lagi ruang pembatas. Sungguh naif jika hari ini kita masih mempercayai bahwa, media berdiri pada posisi netral Fenomena tersebut ditandai dengan adanya “angin baru” a